Lean Warehouse Basics

Dalam pergudangan (inventory) yang ber azazkan Lean, maka salah satunya tindakannya ialah memastikan customer (next process) menerima barang sesuai; dalam barang yang tepat (spec barang) jumlah tepat dan waktu yang tepat kepada pelanggannya yaitu "your next process". Maka Tantangan "Supply Chain ini" ialah harus bisa:
Menghantarkan barang yang sesuai spec pelanggannya, Menghantarkan barang pada jumlah yang diharapkan pelanggannya, Menyerahkan barang pada tempat yang diharapkan pelanggannya, Menyerahkan barang dengan waktu tercepat (sesuai standard) sesuai harapan pelanggannya.
Bagaimana memenuhinya?
Tindakan kansep Lean ialah mengadopsi Pull System, memenuhi barang sesuai yang dibutuhkan tanpa diminta. Memenuhi tanpa diminta, maka diperlukan suatu standarisasi stock barang.

Bagaimana menentukan standard?
Pihak inventory bersama purchasing activity, perlu menetapkan critical barang yang jika tidak dipenuhi maka akan berdampak besar pada kesinambungan proses bisnis. Setelah menetapkan semua critical barang, maka tetapkan minimum stock dan safety stock serta tentukan berdasar data historis tentang lead time pemenuhan barang mulai purchase request (PR) dari user (pengguna barang), purchase order (PO) hingga purchase delivery (PD) menjadi stock inventory.

Minimum stock
Minimum stock jumlah nya ditentukan dari penggunaan rata-rata dengan lead time pemenuhan barang. Misalkan:
Barang A rata-rata digunakan per hari sebanyak 5 pcs atau 5 pcs/day, dan lead time mulai PR hingga sampai di gudang rata-rata butuh waktu 10 hari.
Maka minimum stock = 5 pcs x 10 hari = 50 pcs.

Safety stock
Ialah jumlah barang untuk pengaman, saat PR-PO-PD berpotensi keluar dari lama waktu rata-rata sebesar 10 hari. Dihitung berdasarkan selisih tanggal datang si barang vs tanggal pemakaian. Barang datang tgl 2, dan dipakai tgl 7, selisihnya ialah 5 hari.
Sehingga safety stock = 5 hari x 5 pcs/day = 25 pcs.
Sejumlah berapa si barang sehingga pihak gudang/ purchasing harus melakukan order barang "tanpa diminta user barang" ialah dinamakan Re-Order point.

Re order point ditentukan dengan cara penjumlahan minimum stock + Safety stock = 50 + 25 = 75 pcs. Pihak gudang/ purchasing akan mulai melakukan pembelian saat jumlah barang menyentuh angka 75 pcs.

Transparansi data
Pihak pengguna dan pihak inventory harus tahu satu sama lainnya tentang data-data stock di gudang sehingga mencegah penumpukan volume barang dan juga mencegah kekurangan volume barang. Keterbukaan informasi ini adalah landasan kerjasama untuk mengoptimalkan jumlah inventory dan mencegah Non Value Added (NVA) activity dan NVA inventory.

Non Value Added activity dalam supply chain
Segala aktifitas yang tidak menambah nilai, tidak menambah kualitas bagi si barang. Misalkan:
  • Request persetujuan pembelian barang, berdampak Lead Time InFull (LTIF) naik. Permintaan harusnya dihindari dengan telah adanya system Reorder point ini, system yang bekerja langsung kepada supplier yang telah terintegrasi dengan system pergudangannya. Informasi Reorder point juga telah diketahui supplier, tanpa diminta supplier bergerak memenuhinya. Multi signature adalah hal NVA, padahal stock barang sudah sesuai untuk dipenuhi, Mengapa masih harus request? Komitlah terhadap standard dan implementasikan Pull system dibanding Push system utk semua barang critical.
  • Penyimpanan jumlah berlebihan, karena reorder point tidak tepat, maka berpotensi naiknya volume inventory. Harusnya dibeli 75 pcs namun dibeli 100 pcs. Sejumlah 25 pcs, ialah over inventory (waste of inventory). Berlebihan dari standard baku.
  • Proses penyimpanan berlebihan (Over process), barang ditempatkan pada sistem penyimpanan (rack) tidak relevan penempatannya dengan tingkat tinggi rendahnya penggunaan. Misalkan barang yg sering digunakan diletakkan pada rak yang paling belakang, atau rack yang paling atas. Sehingga menyulitkan untuk pengambilan barang. Atau juga barang tidak sesuai FiFo, karena barang yg letakknya terdekat saja yang diambil sedang barang yg letakkanya sulit dijangkau tidak diambil. FiFo pun tidak berjalan. Dalam over process ini mengakibatkan lama waktu mulai order diterima petugas gudang hingga ditemukan si barangnya, menjadi lama. Perlu dibuat system tracking, pengenal barang. Barcoding system & system penempatan bisa membantu hal ini.

  • Defect, atau barang rusak. Dari kegiatan pengepakan dan penyimpanan yang tidak mendukung lifetime barang digudang. Misalkan, suhu yang lembab. Berpotensi jamur dan juga oksidasi metal pada barang sehingga barang berkarat. Atau defect juga timbul dari salah menyerahkan barang ke user (pengguna), karena nomor part atau identitas part yang salah.
Mencegah Silo team
Tujuan akhir dari adanya gudang/purchasing ialah memenuhi standard kualitas dari proses bisnis. Misalkan target bisnis ialah turunnya angka kegagalan proses operasional, dengan meningkatkan Machine Mean Time Between Failure (MTBF) dan menurunkan lama perbaikan kerusakan mesin, Mean Time To Repair (MTTR). Agar MTBF naik dan MTTR turun, maka strategy inisiatif tim purchasing dan warehouse ialah :

  1. Memenuhi safety stock, Minimum stock dan re-order point. Ingat, supplier are hungry, so lock in shorter lead time.
2. Menjaga kualitas barang sesuai spesifikasi, mulai pembelian hingga penyimpanan.
3. Membuat system handling barang efektif dan efisien agar kualitas barang yang disimpan selalu baik.
4. Melakukan supplier assesment, bekerja sama dengan supplier untuk meningkatkan kinerjanya baik kualitas, time delivery (lead time) maupun safety. Kurangi jumlah supplier tiap item barang, maksimum 2 supplier.
5. Alignment KPI, pada tujuan akhir sistem inventory. MTBF dan MTTR menjadi target KPI dari tim purchasing dan warehouse, dengan bobot tertentu. Juga tetapkan KPI "DIFOT" yaitu Delivery In Full On Time.
6. Implementasikan supplier kanban.

Comments

Popular posts from this blog

5W2H method - Sebelum melangkah ke solusi perbaikan

20 JENIS KOMPETENSI - SPENCER & SPENCER

MENGENAL ASSERTIVE SECARA SEDERHANA