Change Management dan 10 prinsip eksekusi

Dari pengkajian secara umum keberhasilan perubahan (Change Management) berkisar tidak lebih dari 10% saja yang merasakan sangat sukses, 40% ditaraf sukses yang biasa biasa dan sedikit sukses dan bahkan sekitar 30% mengalami kegagalan proses perubahan. Dan perusahaan yang saat ini penulis berada, semoga masih tetap masuk dalam 10% perusahaan yang sedang melakukan perubahan, menjadi pelayaran terbaik yang turut berkontribusi dalam menggerakkan perekonomian khususnya bangsa Indonesia.

Kebutuhan untuk berubah disadari karena beberapa sebab dominan, antara lain perubahan market/ ekonomi, perubahan dari penggabungan unit usaha atau merger dan akuisisi, perpindahan wilayah, perubahan dari teknologi manual menjadi digital dan privatisasi bisnis.

Sebagaimana layaknya sebuah komputer, maka ada 3 hal yang berjalan yaitu hardware, software dan human (manusia) yang mengoperasikan system. Maka pendekatan dalam melakukan perubahanpun ada dalam sisi ini, Human dan Non human (teknis).

Ada 10 prinsip yang bisa memandu bisnis melakukan perubahan seperti dikutip Industryweek.com (kajian dari mathew calderon-2004)

Prinsip #1Memimpin dengan budaya
Orang yang memimpin proses perubahan manajemen ini sering gagal jika bersinggungan dengan budaya yang sudah tertanam lama di dalam organisasi.
Jadi agar proses perubahan sukses, mengambil pepatah asli Indonesia Dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung, manajer perubahan harus lebih terampil dalam memanfaatkan energi emosional dari budaya tersebut.
Mereka harus memahami bagaimana cara orang-orang dalam berpikir, berperilaku, melakukan pekerjaan, dan apakah ada keinginan dari orang-orang untuk berubah.
Untuk menggunakan energi emosional ini, pemimpin harus mencari unsur-unsur budaya yang selaras dengan perubahan dan menarik perhatian orang-orang yang siap untuk ikut andil melakukan perubahan.

Prinsip #2 – Mulai dari atas
Meskipun keterlibatan karyawan dalam proses melakukan perubahan itu menjadi faktor yang penting, semua inisiatif manajemen perubahan yang sukses itu selalu dimulai dari komitmen top management.
Saat ini saya berada di sebuah perusahaan pelayaran domestik, dan komitment perubahan dari para pemilik dan pimpinan puncak organisasi cukup baik. Indikatornya ialah, dalam 3 tahun kita bisa mengimplementasikan BSC, Continuous Improvement, Pola pikir, secara baik dan menjadi "Balance Score Card" company dan memberi kontribusi bisnis yang sangat baik serta mendukung sustainability bisnis makin baik.
Tanpa komitment dari Top Management maka niscaya, kita bukan bagian dari 10% perusahaan yang telah sukses menerapkan change management.
Artinya, para eksekutif puncak harus terlibat dalam diskusi, open mind, mendengarkan saran dan masukan satu sama lain, melepaskan "seragam" jabatannya dan menerima sudut pandang yang berbeda dari biasanya untuk menyepakati visi demi tujuan inisiatif perubahan yang besar.
Menunjukkan Role Model, penggerak perubahan, menjadi contoh figur teladan berperilaku yang berbeda dari sebelumnya sesuai values yang diinginkan seleras dengan target perubahan organisasi.

Ingat kata ING NGARSO SUNG TULODHO, ING MADYO MANGUN KARSO, TUT WURI HANDAYANI.

“Ing ngarso sung tulodho” bisa artikan bahwa pemimpin sebaiknya memberi tauladan atau contoh terbaik buat bawahan dan orang-orang sekiatarnya. Bawahan & orang sekitar melakukan sesuatu bukan karena disuruh atau mengikuti perintah pimpinan. Melainkan mencontoh dari apa yang dilihat pada perilakunya.

“Ing madyo mangun karso” memberikan bimbingan dan mendampingi bawahan dan orang sekitar kapanpun dan dimanapun. Bebaskan anggotanya untuk mengeluarkan ide dan memilih jalannya sendiri, namun pastikan bahwa jalan yang mereka pilih adalah terbaik diantara yang baik bagi bisnis organisasi.

Untuk arti “tut wuri handayani” bisa dimaknai sebagai dorongan buat para karyawan agar maju kedepan, tampil, dan berani mengambil keputusan (empowerment). Apapun resikonya (asal tidak membahayakan). Pimpinan wajib berada dibelakang mereka memberikan support. Dibelakang karyawan yang hebat, selalu ada pemimpinnya yang kuat.
Peran pemimpin, sebagai penggerak perubahan, harus bertindak sebagai tim kolaboratif, membakar semangat tim dan berkomitmen penuh selama proses berlangsung.

Prinsip #3 – Libatkan semua lapisan dalam organisasi
Libatkan atas bawah-kanan kiri struktur organisasi. Buka arus komunikasi secara penuh, agar mampu menemukan bebagai peluang dan gangguan yang ada.
Orang-orang yang berada di garda depan (frontline) cenderung memiliki pengetahuan teknis di mana saja potensi gangguan, masalah-masalah dapat terjadi, apa masalah teknis dan logistik yang perlu ditangani, dan bagaimana pelanggan bereaksi terhadap perubahan itu sendiri. Sehingga, dengan semua pengetahuan yang mereka miliki dan keterlibatan "sepenuh hati dari mereka" tentu akan lebih memuluskan jalan bagi inisiatif perubahan.

Prinsip #4 – Membuat setiap permasalahan dapat diselesaikan bersama
Ajak orang-orang secara emosional dengan cara yang dapat menjamin komitmen kuat dari setiap orang untuk mencapai tujuan perubahan. Clarify & Magnify!
Manusia menanggapi panggilan untuk berkarya yang melibatkan hati / emosional serta pikiran mereka, jika hati tersentuh maka panca indera lainnya bergerak. Membuat mereka merasa bahwa mereka adalah bagian dari suatu yang penting.
Dengan memahami budaya perusahaan, seorang pemimpin dapat mengaktifkan hubungan pribadi yang kuat antara perusahaan dan karyawan.

Prinsip #5 – Bertindak dengan pemikiran yang baru
Banyak inisiatif perubahan hanya berasumsi bahwa orang-orang akan merubah / menggeser pola pikir dan perilaku mereka setelah elemen-elemen formal seperti memberi perintah/ arahan dan insentif/ rewards mulai diterapkan.
Namun, justru yang jauh lebih penting keberhasilan dari setiap inisiatif perubahan adalah memastikan bahwa perilaku sehari-hari dari para karyawan mencerminkan upaya perubahan itu sendiri.
Contoh yang baik yang bisa ditiru adalah bahwa pemimpin senior harus bisa mencerminkan dua hal tersebut, pola pikir dan cara berperilaku yang baik sejak awal. Karena karyawan akan percaya perubahan yang nyata terjadi hanya ketika mereka melihat hal itu terjadi di bagian atas organisasi / para pemimpin mereka.

Prinsip #6 – Jalin komunikasi yang konstan
Pemimpin sering membuat kesalahan dengan membayangkan bahwa jika mereka menyampaikan pesan yang kuat dari perubahan pada awal inisiatif, maka orang akan mengerti apa yang harus dilakukan. Namun, justru perubahan yang kuat dan berkelanjutan memerlukan komunikasi yang konstan, semakin banyak jenis komunikasi yang digunakan, semakin efektif upaya perubahan tersebut berjalan.
Contoh praktisnya, adakan meeting rutin membahas progress perubahan, media publikasi perubahan, dashboard manajemen, visualisasi visi misi perubahan, dsb.

Prinsip #7 – Memimpin di luar lini
Perubahan menjadi kesempatan terbaik bagi organisasi ketika semua orang yang memiliki otoritas dan pengaruh ikut terlibat. Emosionalnya tersentuh.
Selain karena mereka memegang posisi formal, peran pemimpin ini diakui menjadi kekuatan dalam kelompok, baik karena keahlian dan pengetahuan mereka juga karena luasnya jaringan dan kualitas pribadi yang mereka miliki.
Sebagai seorang pemimpin perubahan, kita juga harus memiliki strategi bagaimana bisa menjangkau semua orang didalam organisasi. Salah satunya, dengan melibatkan peran pemimpin informal. Para pemimpin informal atau yang disebut juga “pasukan khusus inilah yang akan mengemban misi khusus dalam membantu anda sebagai pemimpin perubahan.
Misalnya, seperti seorang supervisor yang disenangi seluruh anggota timnya, seorang manajer proyek yang inovatif, atau resepsionis yang sudah di perusahaan selama 25 tahun. Organisasi yang berhasil menerapkan perubahan besar mengidentfikasi orang-orang ini lebih awal dan menemukan cara untuk melibatkan mereka sebagai peserta dan bagian penggerak perubahan. Mereka menjadi "ambassador" of change atau "virus" pengubah.

Prinsip #8 – Manfaatkan solusi formal
Membujuk orang untuk mengubah perilaku mereka tidak akan cukup dengan transformasi kecil-kecilan saja, seperti elemen struktur formal, sistem penghargaan, pelatihan dan pengembangan saja. Justru, faktanya, banyak perusahaan gagal di daerah kritis ini.
Jadi, cobalah untuk membuat solusi yang lebih kuat, seperti program coaching-mentoring disamping juga melakukan perubahan system yang radikal. Sehingga, dengan dibantu program coaching-mentoring ini memungkinkan para pemimpin perusahaan memberlakukan perubahan kebijakan secara menyeluruh.

Prinsip #9 – Manfaatkan solusi informal
Walaupun dalam melakukan inisiatif perubahan dibutuhkan unsur-unsur formal, namun budaya yang sudah tertanam di perusahaan bisa saja merusak upaya perubahan itu sendiri.
Orang-orang masih memiliki kemungkinan untuk kembali menggunakan cara-cara lama dan tidak sadar bagaimana perilaku mereka. Inilah yang menjadi penyebab mengapa solusi formal dan informal harus saling mengisi satu sama lain.
Dengan meminta setiap orang di setiap tingkat untuk bertanggung jawab atas kualitas, dan dengan merayakan dan menghargai sebuah upaya perbaikan, para pemimpin perubahan mampu menciptakan suatu etika yang baik dalam lingkungan organisasi.

Prinsip #10 – Mengukur keberhasilan dan lakukan penyesuaian
Pusat survei global, Katzenbach mengungkap bahwa banyak organisasi yang terlibat dalam upaya transformasi gagal mengukur keberhasilan mereka sebelum melangkah ke tahap selanjutnya.
Pemimpin biasanya begitu bersemangat untuk mengklaim kemenangan bahwa mereka telah berhasil melakukan perubahan, namun tidak meluangkan waktu untuk mencari tahu apa yang telah berhasil mereka capai dan apa yang belum. Sehingga, mereka bisa menyesuaikan langkah mereka selanjutnya. Organisasi membutuhkan informasi tentang bagaimana mendukung proses perubahan sepanjang siklus hidupnya.***
Referensi bacaan: Industryweek.com, ShiftIndonesia.com dan dari berbagai sumber.

Comments

Popular posts from this blog

5W2H method - Sebelum melangkah ke solusi perbaikan

20 JENIS KOMPETENSI - SPENCER & SPENCER

MENGENAL ASSERTIVE SECARA SEDERHANA