BONUS TAHUNAN KITA BERAPA?

Bonus. Ah, sebuah kata yang pendek namun amat dinanti oleh para pekerja yang selama 12 bulan penuh telah berjibaku, memberikan karya terbaik untuk perusahaan. Setelah keringat dicucurkan dan segenap energi dibentangkan, wajar dong jika pihak manajemen memberikan imbalan balik yang layak berupa bonus yang gede.

Sejatinya, bonus memang merupakan salah satu siasat keren untuk mempertahankan talenta-talenta terbaik. Bonus juga salah satu mekanisme untuk melakukan profit sharing yang telah diraih oleh perusahaan. Bonus adalah kata sakti yang akan membuat kalimat “our best asset is our great employee” menemukan arti yang paling sesungguhnya (dan bukan sekedar lips service belaka).

Di pagi bulan Desember yang ceria ini, mari kita sejenak menghitung-hitung berapa bonus yang layak Anda terima.

Cara yang paling lazim digunakan untuk membagikan bonus adalah dengan mengalokasikan persentase tertentu dari net profit untuk bonus karyawan. Berapa persentase yang layak? Tak ada angka pasti disini. Biasanya perusahaan mengalokasikan angka 10 % dari net profit untuk bonus karyawannya; meskipun banyak yang membagikan bonus hanya 5 % dari net profit (alasannya : kan yang punya perusahaan saya, jadi bonusnya ya terserah saya dong. Masih mending di-kasih. Doh).

Saya kira, 10% (dari net profit) adalah angka minimal yang sebaiknya dibagikan sebagai bonus. Contoh : ada salah satu perusahaan di bidang finance yang tahun lalu mendapatkan net profit 500 milyar, dan kemudian mengambil kebijakan membagi 10 %-nya (atau 50 milyar) kepada para karyawannya. Setelah dihitung-hitung, jadinya setiap karyawan rata-rata mendapatkan bonus 5 kali gaji (lumayan banget).

Metode persentase akan bagus kalau memang kantor tempat Anda bekerja memiliki skala yang cukup besar, sehingga mampu menghasilkan net profit yang besar pula (katakanlah minimal 100 milyar/tahun). Kalau perusahaannya kecil (sudah begitu, karyawannya banyak), dan net profit hanya Rp 10 milyar, maka kue yang akan dibagi sebagai bonus tentu akan makin kecil (dan dibagi oleh banyak karyawan pula).

Pada sisi lain, ada juga beberapa perusahaan yang sangat agresif dalam memberikan bonus. Ini disebabkan mereka menggunakan strategi : gaji standar-standar saja, tapi bonus sangat besar. Dengan kata lain, rata-rata gaji yang diberikan perusahaan tidaklah begitu legit, dan kemudian hal ini dikompensasikan dengan pembagian bonus yang fantastis.

Contohnya : ada dua klien saya yang menerapkan strategi diatas. Gaji rata-rata manajer mereka mungkin hanya 12 jutaan/bulan (ndak begitu tinggi untuk ukuran manajer). Namun di akhir tahun, biasanya mereka memberikan bonus hingga 10 kali gaji (bujubuneng).

Jadi minggu depan, para manajer itu akan menerima bonus cash senilai 120 juta-an (dan kemudian ramai-ramai bisa langsung cabut ke Singapore atau Hongkong untuk merayakan tahun baru. Busyet dah. Mereka bilang : Hey, kami cuman menerapkan slogan : Work Hard. Play Hard).

Pada prakteknya tidak banyak kisah manis seperti diatas. Sebagian besar perusahaan mungkin hanya memberikan 2,5% dari net profit untuk bonus karyawan, bahkan banyak yang tidak memberikan sama sekali (hadoh).

Saya sendiri agak heran melihat banyak perusahaan yang demikian pelit dalam membagikan bonus. Sebab sekali lagi, bonus adalah kata sakti yang akan membuat kalimat “sinergi dan kebersamaan” mendapatkan makna yang sejati.

Tanpa pembagian bonus yang memadai (sebagai tanda profit sharing yang tulus), maka kata-kata seperti “together we grow our business” atau “we are the best” dan blah-blah lainnya, hanya akan menjadi slogan yang full of bullshit. Slogan manis itu hanya akan menjadi propaganda yang “penuh kepalsuan” – yang hanya akan membikin pemilik bisnis makin kaya, sementara para karyawannya tetap terlunta dalam kenestapaan.

Namun, jangan bersedih teman. Hidup harus terus dilanjutkan dengan penuh optimisme. Mari kita bersulang kopi hangat untuk merayakan kenestapaan ini(Dari Yohia Antariksa)

Comments

Popular posts from this blog

5W2H method - Sebelum melangkah ke solusi perbaikan

20 JENIS KOMPETENSI - SPENCER & SPENCER

Seputar Istilah Kepelabuhanan